Sabtu, 28 Juni 2014

Mimpi Andi

Tidakkah seorang sahabat itu akan melakukan apapun untuk sahabatnya sendiri?
“kamu mimpi ya? bisa-bisanya kamu bermimpi hal seperti itu hahaha” Dimas tertawa getir.
“tapi itu tidak seperti mimpi, sama sekali tidak!” kata Andi berusaha membela diri.
“aku menyerah, hanya kamu yang tahu, itu mimpi atau bukan, yang jelas, itu tidak akan terjadi padaku!”
“aku tahu, mungkin ini hanya perasaanku saja. maafkan aku Dimas”
Percakapan dua anak itu sangat terdengar oleh mama yang sedang membuat kue jahe di dapur. Mereka memang sangat senang bermain di atap rumah, putrinya Andi pernah bilang, dari atap rumahnya, dia bisa melihat langit yang begitu luas daripada rumahnya sendiri. Tentu saja, kata-kata itu selalu membuat mama tersenyum, anak seperti Andi adalah anak yang penuh dengan imajinasi dan keceriaan. Mama tidak pernah menghalang-halangi apapun kemauan Andi.
“Dimas, kamu masih marah padaku?” tanya Andi saat sedang menuruni tangga.
Tapi Dimas tidak menjawab, ia hanya memasang muka yang sungguh-sungguh tidak enak. Seperti orang dewasa yang tiap hari lembur kerja, tapi tidak dapat tambahan upah.
“wah, lihat Dimas, mamaku membuat kue jahe lagi!” kata Andi ceria, ia tahu betul, Dimas tidak pernah menolak untuk makan kue jahe buatan mama.
“ini masih panas sayang” kata mama pada Andi.
“ma, Dimas marah padaku hanya karena mimpiku yang tidak masuk akal, bukannya, mimpi itu memang tidak masuk akal ya ma?” tanya Andi pada mama, sambil sesekali melirik Dimas yang masih berdiam diri dia atas tangga terbawah.
“Dimas… coba kemari, nih mama beritahu ya. Orang-orang menyebut mimpi itu adalah bunga tidur, mama juga pernah baca majalah, biasanya, mimpi itu bersambungan dengan apa yang kita pikirkan sebelum tidur.” jelas mama halus pada Andi dan Dimas.
“berarti, sebelum tidur, Andi memikirkan hal itu?”
“hem, memangnya Andi bermimpi apa?” tanya mama pada anaknya.
“aku bermimpi… Dimas meninggal ma” jawab Andi polos.
“Andi? kenapa kamu bisa bermimpi itu?”
“ma, sungguh deh, sebelum tidur, aku tidak memikirkan hal buruk seperti itu! mungkin itu hanya mimpi buruk yang datang tiba-tiba, memangnya, aku bisa mengontrol kesadaranku saat tidur?”
“tapi itu sungguh menyakitkan ANDI!” kata Dimas marah, sambil berlalu pulang menuju rumahnya.
“DIMAS!!!” teriak Andi.
“ma… Andi tidak bermaksud seperti itu”
“iya sayang mama tahu”
Pagi-pagi sekali, Dimas sudah bangun. Dengan baju tidur yang masih dikenakannya, Dimas mengeluarkan sepeda kesayangannya diam-diam. Setelah sukses ke luar rumah, Dimas bersama kaki kecilnya mengayuh sepeda yang sama kecilnya itu mengelilingi kompleks.
Begitulah menurut cerita yang ada di mimpi Andi. Dimas ingin membuktikan, bahwa mimpi Andi itu memang hanya mimpi, dan tidak akan terjadi padanya. Pagi-pagi begini, komplek ini begitu sepi, ini adalah suasana yang mendukung, sama seperti mimpi Andi. Tidak ada siapa-siapa lagi yang bermain sepeda kecuali dirinya.
Untuk itu, Dimas membawa sepeda kecilnya itu dengan lebih cepat. Tanpa ada perasaan lelah sama sekali. Dan tanpa dirasa olehnya, ternyata dia sudah berada di ujung jalan komplek, dia tidak pernah bermain sejauh ini. Dan ini tidak ada dalam mimpinya Andi.
Dimas melirik jam tangan dengan gambar power ranger merah miliknya, ternyata sudah pukul 7. Ini adalah saatnya dia harus sarapan bersama papa dan mamahnya. Dimas pun memutar balik sepedanya itu.
Seseorang itu tidak sadar, sesuatu hal yang membuatnya terburu-buru itu membuatnya tidak menyadari sekeliling. Ini masih pagi, pikirnya. Pagi-pagi seperti ini jalanan masih lengang, terburu-buru pun mungkin tak apa. Sambil berkaca membetulkan dasi, kaki seseorang itu tetap menekan gas kuat-kuat, dengan mata yang masih melirik cerminan wajahnya di kaca spion dalam, tanpa terasa, sesuatu yang buruk telah melaksanakan tugasnya.
Dia baru sadar, ketika suara yang sangat akrab dengannya menjerit memanggilnya “PAPAAAA” katanya, dan terasa olehnya ketika badan mobil membentur daging dan tulang seorang anak kecil. Hatinya pun berdebar, berharap tadi hanyalah khayalan atau bayangannya saja. Tapi ternyata tidak, ini nyata, di depannya kini, tergeletak seorang anak kecil. Dengan darah yang bercuran dimana mana, hatinya mengenali anak itu. ANAKKU, katanya dalam hati.
Seseorang yang disebut, papa itu juga langsung tersadar, bahwa anak kesayangannya itu, tewas di tempat karena papanya sendiri.
Andi tidak terima, mimpi buruknya menjadi kenyataan. Ketakutan yang awalnya hanya dirasakan dalam mimpi, kini benar-benar terjadi. Andi tidak mengerti, mengapa bisa begini. Andi merasa putus asa dan bodoh. Kalau saja dirinya tidak bercerita tentang mimpi mautnya itu, Dimas pasti tidak akan benar-benar meninggal.
Tapi, Andi berfikir ulang, mencoba mengingat skenario kematian Dimas dalam mimpinya. Sungguh berbeda! Dimas tidak meninggal karena dihantam oleh mobil ayahnya sendiri. Tapi Dimas meninggal karena jatuh dari sepeda, dan kepalanya membentur batu besar di taman.
Ini sungguh memilukan, di satu sisi, Andi merasa bersalah dan berhutang nyawa pada Dimas, tapi sisi lain, Andi sama sekali tidak mengetahui apapun. Andi hanya bermimpi, kemudian menceritakan mimpinya pada Dimas. Sudah! itu saja!
Andi memandangi makam Dimas, tepat di depan batu nisannya, foto Dimas dengan kalung kesayangannya dipajang. Andi meneteskan air mata, itu kalung pemberian Andi untuk Dimas. Walaupun tidak seberapa, tapi Andi sangat terharu. Dimas selalu menganggap semua pemberian Andi yang biasa saja itu, istimewa. Terutama kalung itu.
Andi memandangi sepeda Dimas. Ia menangkap sesuatu yang berbeda dari tempat duduk belakang sepeda itu. Ada kertas berbentuk burung terselip di tempat yang biasa ia duduki ketika bermain sepeda dibonceng Dimas.
Andi mengambil kertas itu segera. Bagus sekali!
Ternyata ada sebuah tulisan di kertas itu.
Aku akan membuktikan padamu, bahwa aku akan selalu bersama kamu sampai aku besar nanti.
Sahabatnya Andi
Andi menitikan air mata, sebegitu pentingnyakah arti persahabatan untuknya?
Aku janji Dimas! kita akan selalu bersama sampai kita besar nanti!
Sahabatnya Dimas
Andi pun menyimpan kertas berbentuk burung miliknya, di jok sepeda yang biasa Dimas duduki. Andi tersenyum memandangi sepeda Dimas dengan dua kertas berbentuk burung di masing-masing joknya. Andi mengerti sekarang, jika nanti ia mempunyai sahabat, ia akan melakukan apapun untuk sahabatnya. Dengan kondisi apapun! walaupun nyawa taruhannya. Seperti yang Dimas lakukan.
Mama lalu memberi tahu Andi dan Dimas. Bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Andi betul, mimpi itu memang terkadang tidak masuk akal. Mimpi juga terkadang berasal dari apa yang kita pikirkan sebelum tidur.

0 komentar:

Posting Komentar

terimakasih atas komentar teman-teman, saya anggap semuanya adalah motivasi bagi saya agar menjadi lebih baik :)

Diberdayakan oleh Blogger.

SUBSCRIBE

Koleksi Gue

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "